Lokasi dirahasiakan,
Waktu : Tahun 2014
Catatan 1 : Agustus 2014
Hari ini ada
pengumuman lagi dari speaker masjid yang terdengar dari arah barat daya rumah.
Kakek saya berjalan keluar dari pintu dapur rumah kami untuk mendengarnya lebih
jelas, lalu kembali masuk dengan wajah pias. Seluruh keluarga saya meninggalkan
kursi di ruang keluarga kami yang berdebu untuk berganti pakaian dan pergi
melayat, saya masih duduk di depan segelas teh panas milik mamak yang mulai
dingin.
Saya tidak
beranjak sedikit pun saat mereka mengunci semua pintu, berpamitan pergi melayat
ke rumah salah satu orang yang kami kenal baik. Kakek saya mengenal suami dari
perempuan yang meninggal hari ini, sedangkan saya hanya tahu mereka sebagai
orang tua teman sekelas saya yang tinggal kelas sewaktu Sekolah Dasar. Saya
ingat wajahnya, perempuan itu terkadang ikut menjadi buruh tani seperti
suaminya.
Katanya,
kematiannya mendadak.
Katanya,
kematiannya tidak wajar.
Ceritanya terus
bergulir dari waktu ke waktu.
Saya tidak tahu
akan menuliskan apa tentang hal ini, tidak tahu apakah cerita ini berkaitan
dengan mimpi buruk yang akan saya alami bertahun-tahun ke depan. Satu per satu
dari keluarga itu meninggal secara acak tanpa selang waktu yang pasti, seperti
tiba-tiba saja hilang nyawa.
Katanya, ini
karena santet pring sedapur.
Catatan 2 : Juli 2016
"Mak, ini danau apa kok kering begini?"
Saya melihat diri saya yang lain sedang duduk di batu besar dan meniup
tangannya yang terluka karena tergores daun rumput gajah yang tumbuh lebih
tinggi daripada saya.
Disana ada mamak, sedang tersenyum menatap diri saya yang lain sambil
terus memotong rumput-rumput tinggi itu menggunakan sabit. Ini memori masa
kecil saya, saya melihat sekeliling penuh dengan warna nostalgia kecoklatan yang
hangat, saya mengingat hari dimana semuanya dimulai, di tempat ini.
"Kering, dulu danaunya sangat luas dari pojok pohon trembesi itu,
yang dekat pohon kelapa itu sampai ke batu besar yang tadi mamak lewati bareng
adek. Sekarang sudah kering, sudah lama, adek lahir danaunya sudah kering,
tidak pernah terisi lagi."
"Sumber airnya yang tadi kita lewati itu ya mak?"
Mamak menggelengkan kepala, "Sumbernya ada di bawah sana,
kapan-kapan kalo kita nyari rumput lagi, mamak ajak ke bawah, mau?"
Saya menganggukkan kepala dengan semangat, menatap ke arah jurang yang
ditunjuk mamak dengan penasaran. Jurangnya dalam dan berundak karena
terasering, kata mamak, setelah surut danaunya dialihfungsikan menjadi tanah
pertanian untuk masyarakat sekitar. Waktu itu saya tidak melihat tanaman
budidaya apapun selain rumput gajah yang besar juga ilalang yang awalnya
membuat saya seperti sedang bermain labirin.
Saya melihat mamak menggandeng diri saya yang lain, memasuki rumpun ilalang dan beberapa
rumput gajah yang tinggi, tetapi saya justru kehilangan mereka.
Saya tidak lagi mendengar celotehan suara saya sendiri dan tawa dari mamak,
saya sendirian disana. Hanya terdengar hembusan angin sore hari dan warna
nostalgia itu memudar jadi senja. Saya terkurung di lautan ilalang yang lebih
tinggi, hanya bisa berlari ke depan berupaya untuk mengejar kenangan yang sebelumnya tergambar dengan jelas.
Saya tersandung berkali-kali, jatuh dan tidak lama kemudian saya berdiri
terhuyung-huyung untuk kembali berlari. Saya tidak mau tinggal disini sampai
senja yang berwarna semerah darah ini habis, saya tidak mau terjebak dalam
kegelapan lagi dan dia bisa dengan leluasa menjemput saya. Saya menangis, kedua
mata saya basah dan perasaan saya semakin kacau, lagi-lagi saya terjebak sendirian
tanpa siapa pun di sekelilingku.
Saya mohon, tolong saya.
Kedua kaki saya lemas, saya tersandung untuk yang terakhir kalinya. Saya masih berusaha untuk bangun, tetapi tidak bisa.
Kaki saya sakit, sangat sakit.
Saya berusaha merangkak dengan menggapai tanah berbatu yang cadas dan kering, atau
apa saja yang bisa membawa saya keluar dari lautan ini sebelum dia menemukan saya.
"Apa kamu melupakanku?"
Dia datang.
Suaranya datang mendekat bersama dengan hembusan angin dan genggaman
kuat itu melingkari pergelangan kaki saya. Saya tidak mau melihatnya saat ia
menarik saya dengan kasar sampai wajah saya menyapu tanah dan kerikil. Saya menangis, saya tidak mau melihatnya, dia akan membunuhku hari ini di alam pikiranku
sendiri. Saya ketakutan, perasaan saya menjadi kacau, dia benar-benar akan membunuh saya, hari
ini.
Tolong.
Tolong.
Tolong saya!
Catatan 3 : Agustus 2023
Ini hanya mimpi,
saya terjebak bertahun-tahun lamanya sampai hari ini.
Keterangan : Jurnal VI, Ekspedisi Merah, Tahun 2014, 2016 dan 2023
Publikasi : 13 Januari 2024

Tidak ada komentar:
Posting Komentar