Sabtu, 13 Januari 2024

Danau

 

Lokasi dirahasiakan, Waktu : Tahun 2014



Catatan 1       : Agustus 2014


Hari ini ada pengumuman lagi dari speaker masjid yang terdengar dari arah barat daya rumah. Kakek saya berjalan keluar dari pintu dapur rumah kami untuk mendengarnya lebih jelas, lalu kembali masuk dengan wajah pias. Seluruh keluarga saya meninggalkan kursi di ruang keluarga kami yang berdebu untuk berganti pakaian dan pergi melayat, saya masih duduk di depan segelas teh panas milik mamak yang mulai dingin.

Saya tidak beranjak sedikit pun saat mereka mengunci semua pintu, berpamitan pergi melayat ke rumah salah satu orang yang kami kenal baik. Kakek saya mengenal suami dari perempuan yang meninggal hari ini, sedangkan saya hanya tahu mereka sebagai orang tua teman sekelas saya yang tinggal kelas sewaktu Sekolah Dasar. Saya ingat wajahnya, perempuan itu terkadang ikut menjadi buruh tani seperti suaminya.


Katanya, kematiannya mendadak.


Katanya, kematiannya tidak wajar.



Ceritanya terus bergulir dari waktu ke waktu.


Saya tidak tahu akan menuliskan apa tentang hal ini, tidak tahu apakah cerita ini berkaitan dengan mimpi buruk yang akan saya alami bertahun-tahun ke depan. Satu per satu dari keluarga itu meninggal secara acak tanpa selang waktu yang pasti, seperti tiba-tiba saja hilang nyawa.

Katanya, ini karena santet pring sedapur.



Catatan 2       : Juli 2016


"Mak, ini danau apa kok kering begini?"


Saya melihat diri saya yang lain sedang duduk di batu besar dan meniup tangannya yang terluka karena tergores daun rumput gajah yang tumbuh lebih tinggi daripada saya.


Disana ada mamak, sedang tersenyum menatap diri saya yang lain sambil terus memotong rumput-rumput tinggi itu menggunakan sabit. Ini memori masa kecil saya, saya melihat sekeliling penuh dengan warna nostalgia kecoklatan yang hangat, saya mengingat hari dimana semuanya dimulai, di tempat ini.

 

"Kering, dulu danaunya sangat luas dari pojok pohon trembesi itu, yang dekat pohon kelapa itu sampai ke batu besar yang tadi mamak lewati bareng adek. Sekarang sudah kering, sudah lama, adek lahir danaunya sudah kering, tidak pernah terisi lagi."


"Sumber airnya yang tadi kita lewati itu ya mak?"


Mamak menggelengkan kepala, "Sumbernya ada di bawah sana, kapan-kapan kalo kita nyari rumput lagi, mamak ajak ke bawah, mau?"

 

Saya menganggukkan kepala dengan semangat, menatap ke arah jurang yang ditunjuk mamak dengan penasaran. Jurangnya dalam dan berundak karena terasering, kata mamak, setelah surut danaunya dialihfungsikan menjadi tanah pertanian untuk masyarakat sekitar. Waktu itu saya tidak melihat tanaman budidaya apapun selain rumput gajah yang besar juga ilalang yang awalnya membuat saya seperti sedang bermain labirin.


Saya melihat mamak menggandeng diri saya yang lain, memasuki rumpun ilalang dan beberapa rumput gajah yang tinggi, tetapi saya justru kehilangan mereka.

 

Saya tidak lagi mendengar celotehan suara saya sendiri dan tawa dari mamak, saya sendirian disana. Hanya terdengar hembusan angin sore hari dan warna nostalgia itu memudar jadi senja. Saya terkurung di lautan ilalang yang lebih tinggi, hanya bisa berlari ke depan berupaya untuk mengejar kenangan yang sebelumnya tergambar dengan jelas.


Saya tersandung berkali-kali, jatuh dan tidak lama kemudian saya berdiri terhuyung-huyung untuk kembali berlari. Saya tidak mau tinggal disini sampai senja yang berwarna semerah darah ini habis, saya tidak mau terjebak dalam kegelapan lagi dan dia bisa dengan leluasa menjemput saya. Saya menangis, kedua mata saya basah dan perasaan saya semakin kacau, lagi-lagi saya terjebak sendirian tanpa siapa pun di sekelilingku.


 

Saya mohon, tolong saya.

 


Kedua kaki saya lemas, saya tersandung untuk yang terakhir kalinya. Saya masih berusaha untuk bangun, tetapi tidak bisa.

Kaki saya sakit, sangat sakit.

Saya berusaha merangkak dengan menggapai tanah berbatu yang cadas dan kering, atau apa saja yang bisa membawa saya keluar dari lautan ini sebelum dia menemukan saya.

 


"Apa kamu melupakanku?"


 

Dia datang.

 


Suaranya datang mendekat bersama dengan hembusan angin dan genggaman kuat itu melingkari pergelangan kaki saya. Saya tidak mau melihatnya saat ia menarik saya dengan kasar sampai wajah saya menyapu tanah dan kerikil. Saya menangis, saya tidak mau melihatnya, dia akan membunuhku hari ini di alam pikiranku sendiri. Saya ketakutan, perasaan saya menjadi kacau, dia benar-benar akan membunuh saya, hari ini.

 

Tolong.

 

Tolong.

 


Tolong saya!


 

Catatan 3       : Agustus 2023


Ini hanya mimpi,

saya terjebak bertahun-tahun lamanya sampai hari ini.



Keterangan    : Jurnal VI, Ekspedisi Merah, Tahun 2014, 2016 dan 2023

Publikasi        : 13 Januari 2024

Danau

  Lokasi dirahasiakan, Waktu : Tahun 2014 Catatan 1        : Agustus 2014 Hari ini ada pengumuman lagi dari speaker masjid yang terdenga...