Kamis, 27 Juli 2023

Jendela dekat Lemari di Kamar Ibu

 Lokasi dirahasiakan, waktu : tahun 2008





Catatan 1 : Juli 2023


Ini adalah jurnal kedua yang saya publikasikan secara utuh untuk dibagikan kepada banyak orang. Waktu itu saya masih berusia kurang lebih 8 tahun dengan ingatan yang samar-samar saya tulis kembali di usia 23 tahun. Saya tidak menyukai kamar ibu saya, terutama ketika ranjang berkelambu kami masih diletakkan di timur jendela kecil yang berdebu itu. Jendela kaca berukuran kurang dari 1 x 1 m itu jarang dibuka, sangat jarang dibuka sampai engselnya mengelupas dan berkarat.


Di dekatnya ada meja kayu reot tempat ibu meletakkan kosmetik, sisir, kaca kecil antik berbentuk persegi panjang, dan setumpuk buku partai kecil yang mirip sampah. Mungkin itu cara kampanye waktu itu, kami memiliki buku kecil berisi nama-nama caleg itu berserakan dimana-mana. Di bawah meja ada rak kecil tempat meletakkan sepatu kami, di sebelahnya ada lemari tua dengan dua pintu yang masing-masingnya berhias kaca berukuran 60 x 40 cm.


Saya tidak menyukai ruangan ini.


Saya memilih tidur di kamar yang lain sejak kecil, entah di usia berapa saya mulai tidak menyukainya. Kamar ini terang, tidak se-gelap kamar kakek dan nenek saya. Apalagi jika gorden jendela itu dibuka, lebih terang lagi, dan saya tidak menyukainya. Setiap habis mandi sore saya sering memilih diam berdiri di sana, menatap ke luar jendela yang melukiskan pemandangan senja berwarna semerah darah.

Jendela itu, pernah menunjukkan sesuatu yang sampai hari ini masih saya ingat. Waktu itu siang hari, saya mempunyai jadwal tetap untuk tidur siang dan ditinggalkan sendirian. Di kamar itu, bersembunyi di dalam kelambu berwarna merah muda pucat sambil pura-pura menutup mata mengelabui ibu. Setelah ibu pergi, mata saya terbuka, saya merogoh ke bawah bantal tempat menyembunyikan lembaran majalah tua yang  saya dapatkan dari dalam bilik lemari usang di kamar ibu.


Saya suka membaca, tidak ada yang bisa mendistraksi kegiatan saya, kecuali, satu.


Hari itu, musim kemarau, sekitar bulan Agustus, di tanggal yang tidak lagi saya ingat. Angin musim kering melewati celah-celah lubang angin yang menyingkap gorden jendela. Saya melihatnya disana, nenek tua itu berdiri di luar jendela. Itu bukan nenek saya, satu kali pun seumur hidup saya, nenek tidak pernah mengurai rambutnya yang berombak itu. Saya mungkin salah melihatnya sampai jendela itu diketuk dari luar, saya tidak mau melihatnya.


Sejauh yang saya tahu sampai saat ini, suara ketukan yang berasal dari ruang yang berseberangan dengan kita adalah sinyal. Suara ketukan ritmis itu menarik saya dari kenyataan seperti mimpi di siang hari, saya melupakan apa yang saya baca sebelumnya. Ini menarik, tetapi menakutkan, bahkan di siang hari, jendela itu mengirimkan teror untuk pertama kalinya yang dapat saya ingat.


Suaranya hilang, saya melompat dari ranjang yang tinggi itu untuk mengintip. Berharap menemukan sesuatu yang menarik, sesuatu yang menyebabkan jantung saya berdetak lebih cepat daripada saat ini.


Dia, masih disana.


Menatap ke arah selatan, rambutnya putih berkilau karena minyak dan tergerai lurus entah seberapa. Saya hanya mampu melihat kepalanya, baunya seperti minyak rambut lama yang sering dipakai nenek saya, sangat menyengat. Tak lama kemudian tercium bau minyak tanah pekat, bersama dengan hembusan angin yang menerbangkan gorden jendela.

Saya masih menatap kepalanya, anginnya berhenti dan gorden itu menutup jendela. Saya merasa kaki saya ditepuk dua kali, ada tangan kurus dingin yang mencekal pergelangannya. Saya terkejut sampai nyaris berteriak, sebelum terbangun. Semuanya seperti mimpi, saya melihat ibu saya sedang tersenyum, mengatakan saya harus bangun untuk mandi sore.


Saya kebingungan, semuanya lebih terasa seperti realita jika dinyatakan sebagai mimpi. Semuanya terproyeksi sampai angin sore yang berhembus menerbangkan gorden jendela masih membawa bau yang sama. Bau minyak rambut milik nenek dengan aroma minyak tanah dan kayu bakar yang menyengat. Saya tidak menyukainya.


Ini jurnal kedua yang menceritakan pengalaman misteri saya di bawah usia 10 tahun.


Saat saya masih belum benar-benar memisahkan realita dan fatamorgana.

Saat saya masih bisa mengenal mereka yang mengintip dari pintu kamar, meminta saya buru-buru mandi sebelum ibu marah. Daripada takut ibu marah, mungkin mereka jauh lebih takut tak bisa buru-buru menonton televisi.


Keterangan    : Jurnal II, Ekspedisi Merah, 2008

Publikasi        : 27 Juli 2023

Danau

  Lokasi dirahasiakan, Waktu : Tahun 2014 Catatan 1        : Agustus 2014 Hari ini ada pengumuman lagi dari speaker masjid yang terdenga...